-->
  • Tak Bernurani Negara Sakit Nekat Korupsi


    "Di pundak pemimpin yang bebas korupsi, di situlah masa depan negeri." (Najwa Shihab). Dari kutipan tersebut patut untuk dipertanyakan, lalu bagaimanakah nasib negeri ini? Jika pandemi saja tidak cukup menahan ketamakan para koruptor yang haus akan uang. Tidak habis pikir praktik korupsi masih saja ada disaat pandemi seperti ini. Realitas itu menunjukkan bahwa masa depan pemberantasan korupsi di negeri ini masih akan tetap ada.

    Apakah tidak tersisa lagi rasa malu kalian para oknum koruptor? Kalian memiliki mobil mewah, rumah megah, dan harta yang berlimpah namun kalian masih saja mencuri hak rakyat. Fenomena korupsi di lingkungan kementerian memang sangat menyedihkan. Tabiat kalian sungguh mengecewakan. Korupsi di Indonesia seakan akan menjadi budaya di kalangan para pejabat tinggi atau di katakan seoarang wakil rakyat yang diamanahi sebuah jabatan yang diperuntukkan untuk membantu kepentingan masyarakat sejatinya itulah tugas orang pemerintahan, bukan malah memanfaatkan situasi yang di berikan untuk tujuan memperkaya diri sendiri atau mempunyai tujuan pribadi untuk bisnisnya. Harus dipahami bahwa korupsi yang terjadi di kementerian tidak saja menyebabkan kerugian negara, namun juga merusak kredibilitas pemerintah di mata publik.

    Belakangan ini kita dikejutkan dengan berita yang tersebar luas di lingkungan kita. Hampir setiap hari berita ini menghiasi layar kaca dan dijadikan sebagai headline di berbagai media cetak maupun media online. Tak lain dan tak bukan berita tersebut ialah mengenai Menteri Sosial (Mensos), Juliari P Batubara, yang ditetapkan sebagai tersangka penerima suap oleh KPK pada Minggu (6/12/2020). Berita tersebut merupakan sebuah tamparan untuk masyarakat Indonesia di saat pandemi seperti ini karena nyatanya kasus korupsi masih kerap saja terjadi.

    Juliari Batubara terseret dalam kasus dugaan suap pengadaan bantuan sosial (bansos) penanganan Covid-19 di Kementerian Sosial (Kemensos), setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar operasi tangkap tangan (OTT) dan menjaring pejabat Kementerian Sosial tersebut, pada Sabtu (5/12/2020).

    KPK menetapkan ada 5 tersangka dalam kasus ini. Tersangka pemberi dan penerima suap. Diduga sebagai penerima: 1) Juliari Batubara selaku Mensos, 2) Matheus Joko Santoso selaku pejabat pembuat komitmen di Kemensos, dan 3) Adi Wahyono. Diduga sebagai pemberi: Ardian IM dari pihak swasta, dan Harry Sidabuke dari pihak swasta.

    Kasus suap ini diawali adanya pengadaan bansos penanganan Covid-19 berupa paket sembako untuk warga miskin dengan nilai sekitar Rp 5,9 triliun dengan total 272 kontrak dan dilaksanakan dengan dua periode. Perusahaan rekanan yang jadi vendor pengadaan bansos diduga menyuap pejabat Kementerian Sosial lewat skema fee Rp 10.000 dari setiap paket sembako yang nilainya Rp 300.000. Secara umum modus korupsi yang muncul dalam penyaluran dana bansos, yaitu mengurangi jatah penerima atau bahkan ada yang tidak menerima bansos sama sekali. Sebelumnya, tercatat sejumlah kasus penyelewengan dana bansos yang melibatkan sejumlah pejabat lainya.

    Berbicara mengenai bansos pemerintah Indonesia banyak memberikan bansos untuk masyarakat khususnya kelompok miskin dan pekerja informal yang pendapatannya terdampak virus Covid-19. Bantuan yang diberikan dalam bentuk sembako, tunai, ada juga yang dikombinasi dengan pelatihan. Tujuan dari bantuan ini diharapkan jadi penyanggah daya beli masyarakat di tengah penurunan ekonomi akibat Covid-19.

    Kesulitan di situasi pandemi Covid-19 masih terus dialami masyarakat terutama kalangan menengah ke bawah. Kondisi perekonomian yang kian merosot, membuat masyarakat kewalahan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

    Mengutip sebuah artikel dari sebuah media online yaitu beritajakarta.id yang berjudul "Senangnya Maria Terima Bansos Sembako dari Pemprov DKI" pada tanggal 26 Agustus 2020, Maria warga RT 03/04 Pulau Pramuka, Kelurahan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu Utara,ia tak bisa menutupi rasa senangnya ketika menerima paket bantuan sembako dari pengurus RT tempatnya tinggal. Ucapan syukur meluncur dari mulut perempuan berusia 40 tahun ini. "Bantuannya sangat membantu sekali di saat pandemi ini," tuturnya.

    Bansos berupa sembako sangat bermanfaat bagi rakyat yang membutuhkan akibat terdampaknya Covid-19. Tercemin saat Maria begitu senangnya mendapatkan bansos paket sembako. Lantas mengapa praktik korupsi masih saja terjadi? Salah satu alasannya yakni karena ringannya hukuman yang didapatkan para koruptor usai melakukan tindak pidana korupsi. Selain hukumannya yang rendah, alasan masih adanya korupsi di Indonesia karena adanya keserakahan, kesempatan, dan kebutuhan. Bahkan, korupsi juga dapat terjadi karena sistem yang tidak berjalan maksimal dan kurang nya integritas dari oknum tersebut.

    Dalam menangani kasus dugaan suap Bansos Covid-19 itu, Juliari disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

    Sementara itu, Matheus dan Adi disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 (i) Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

    Kemudian, selaku pemberi, yaitu Ardian dan Harry, disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan TIndak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

    Untuk ikut andil dalam pemberantasan korupsi dan mewujudkan Indonesia bebas korupsi, lantas apa yang harus kita lakukan? Jawabanya kita dapat melporkan praktik korupsi dengan memperhatikan syarat dan tata cara lapor yang sudah ditentukan sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berlaku. Pengaduan dapat di sampaikan lewat media pelayanan sebagai berikut;

    WhatsApp: 0811 959 575

    Email: pengaduan@kpk.go.id

    KPK Whistleblower’s System (KWS): http://kws.kpk.go.id

    SMS: 0855 8575 575

    Faks: (021) 5289 2456

    Kepedulian masyarakat dalam melaporkan kasus korupsi merupakan langkah nyata untuk membantu KPK dalam menuntaskan sebuah perkara korupsi.

    Bukan untuk pertama kalinya Kabinet Indonesia Maju yang dipimpin Presiden Joko Widodo diguncang oleh kasus korupsi. Kabar kali ini datang dari menteri sosial yang mencuri dana bantuan sosial covid-19 di tengah jeritnya kesakitan rakyat. Sungguh miris apa yang kita hadapi saat ini. Kita mempunyai harapan besar kedapa pemerintah untuk sigap dalam mengatasi pandemi ini, namun realitas menyatakan hal yang berbeda. Beberapa oknum yang tidak bertanggungjawab memanfaatkan situasi ini dan memaksimalkan peluang mereka untuk dapat meraup dan menambah pundi-pundi kekayaan mereka. Dilain sisi banyak dari saudara kita yang merasakan kesuliatan akibat dari terdampaknya Covid-19. 

    Harapan dari saya sebagai penulis, semoga praktik korupsi di Indonesia dapat dibrantas secara bersih sampai akar-akarnya. Tidak menutup kemungkinan, jika pemimpin yang sebagai contoh saja melakukan korupsi maka para karyawan atau pegawainya akan terpengaruh juga untuk berani melakukan korupsi. KPK harus lebih memperketat pengawasannya dan membuat regulasi-regulasi khusus supaya lembaga pemberantas korupsi tidak hanya dianggap angin lalu oleh oknum-oknum tersebut.

    *Mahasiswa Program Studi Akuntansi (D3) Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Jakarta

    Artikel telah diposting di dunia kampus 4.0 Dunia Kampus 4.0

  • You might also like

    7 comments: